Sabtu, 01 Juni 2013

Pelajaran Buat Istri yang Tak Tahu Diri

        Rumah tangga oh rumah tangga…betapa peliknya membahas masalah yang satu itu. Serasa hitungan seribu tak akan pernah cukup. Selama kita masih hidup dan terikat didalamnya, maka masalah datang seperti kita menghirup udara ke paru-paru. Dari masalah kecil yang remeh-temeh sampai masalah besar berujung perceraian. Hari ini, sebuah artikel di kompasiana mengulas tentang ‘jebakan perkawinan’. Karena yang menulis perempuan maka tentu saja tulisan itu berkelamin sama. Terasa sekali kalau penulis ingin mengangkat betapa banyak wanita yang ‘terdzalimi’ didalamnya. Betapa wanita selalu menjadi korban. Tetapi apakah memang benar begitu ?
Yuk kita simak kisah nyata berikut ini,

        Bertahun- tahun Kardi bekerja keras di Saudi untuk menghidup ibu dan adik-adiknya. Setelah adik tertuanya selesai kuliah, ia baru mulai berpikir untuk menikah. Lewat seorang teman kemudian ia dijodohkan. Pendekatan mereka lakukan dalam waktu singkat, bagi Kardi, asal ibunya suka maka iapun akan menyukai gadis itu. Maklum saja, Kardi sangat menghormati dan menyayangi ibunya. Ia tahu bagaimana menderitanya sang ibu ketika ditinggal mati oleh ayah. Semua pekerjaan dijalani. Dari menjadi pembantu, berjualan, hingga menjadi tukang pijit. Oleh karena itu, ia tetap bertekad membiayai kehidupan ibu dan adik-adiknya sampai mereka bisa madiri.
Perkenalan yang singkat itu membuat Kardi tidak mengetahui sifat si calon istri dengan baik. Sebab pada mulanya, gadis itu kelihatan begitu hormat dan sayang kepada seluruh keluarga, terlebih kepada sang ibu. Maka tanpa berpikir panjang Kardipun menikahinya.
Satu dua bulan semua berjalan dengan baik. Kardi berusaha keras untuk mencukupi semua kebutuhan istri. Sementara ia tetap memberi jatah kepada ibu dan adiknya yang masih sekolah. Tetapi lama kelamaan, konfil mulai timbul. Sang istri mulai menunjukkan sifat aslinya. Berawal dari kecemburuan sang istri karena Kardi begitu royal kepada keluarganya. Sang istri menuntut lebih, segalanya harus lebih untuknya karena ia merasa sebagai istri. Ia mulai menyoal semua uang kiriman. Menyelidiki berapa rupiah pergi ke kantong para ipar. Sikapnya mulai culas, dan sering menyindir sang mertua.

       Pada mulanya KArdi tidak pernah tahu bahwa konflik telah bermunculan. Karena ibu dan adik-adiknya selalu berusaha tutup mulut. Mereka tidak mau membuat Kardi resah. Jadi apapun yang terjadi, mereka telan saja. Bahkan niat membicarakan semua dengan baik-baik pun   mereka batalkan karena sikap menantu yang selalu menunjukkan permusuhan.
Sampai kemudian, sang istri menuntut Kardi untuk membikinkan rumah sendiri untuknya. Kardipun menyanggupi. Kebetulan ia sudah mempunyai tanah dari hasil kerja kerasnya selama ini. Selama proses pembuatan rumah, sang istri memilih tinggal bersama orang tuanya sendiri. Tak pernah sekalipun ia menengok sang mertua. Bahkan, sang mertua sakitpun, ia pura-pura tidak tahu. Ia selalu sibuk dengan pembangunan rumah baru dan rencananya untuk mengisi dengan segala macam perabotan.

      Kardi masih berpikir bahwa semua tetap baik-baik saja. Sampai kemudian, dapur belakang rumahnya roboh dan harus secepatnya diperbaiki. KArdipun mengirim uang untuk membangun kembali dapur dirumah sang ibu agar bisa secepatnya dipakai. Tapi rupanya sang istri mengendus itu dan dia marah sekali. Ia ingin rumahnya dulu diselesaikan. Iapun memaki-maki Kardi lewat telepon. Ia tidak terima di nomorduakan. Bahkan ia menggertak Kardi mau memilih ia apa ibunya. Tentu saja Kardi kaget sekali. Pada saat itu ia hanya diam, semua omongan istrinya sungguh membuat ia sangat terluka. Bagaimana mungkin istrinya berkata seperti itu ? Bukankah selama ini ia selalu berusaha untuk mencukupi semua kebutuhannya, semua keinginannya ? Bagaimana bisa ia memilih satu diantara mereka, karena bagaimanapun, keduanya sangat berarti bagi hidupnya.
Kardipun menelepon sang ibu, dan baru pada saat itulah sang ibu bercerita bagaimana perangai sang istri sebenarnya. Sungguh kaget dan semakin terluka hati KArdi mendengar itu. Air matanya turun deras. Ia tidak menyangka sama sekali jika istrinya bisa sedemikian durhaka kepada sang mertua. Ternyata, selama ini ibunya selalu memendam luka oleh kata-kata sang menantu. Seketika itu terbayang bagaimana perjuangan sang ibu membesarkannya. Hingga menjadikannya seperti sekarang ini. Bagaimana mungkin sang istri yang baru setahun dinikahi berani sedemikian kuang ajar?

      Minggu depannya, Kardi meminta ijin pulang dan langsung menyambangi istrinya. Saat itu pula, tanpa banyak bicara ia segera menjatuhkan talak. Istrinya kaget bukan main. Ia sungguh tak menyangka Kardi begitu tega menceraikannya begitu saja. Ia menangis, meminta maaf. Tapi Kardi sudah tidak mau mendengar. Ia langsung pergi, semua sertifikat tanah dibawa serta.

      Hanya berjarak enam bulan kemudian, Kardi menikah lagi dengan istri pilihannya. Mereka merayakannya di rumah baru yang telah selesai dibangun. Pesta meriah digelar, semua keluarganya berkumpul dan bersuka-cita.Sedangkan bekas istrinya hanya bisa menggigit jari. Ia menjadi janda dengan penuh noda. Karena semua orang sudah tahu sifat buruknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar